Sabtu, 12 April 2014

Wisata Religius

Potensi Wisata Religi Larantuka


LARANTUKA, KOMPAS.com - Sebuah kecamatan kecil di Flores Timur, NTT bernama Larantuka ternyata menyimpan potensi wisata religi. Di tempat ini setiap tahunnya diselenggarakan tradisi Semana Santa dalam rangka perayaan Paskah.
Semana Santa merupakan ritual peninggalan Portugis yang memadukan agama Katolik dan adat Larantuka. Penduduk Larantuka dari generasi ke generasi telah melaksanakan Semana Santa selama 500 tahun.
Selama perayaan Semana Santa, Larantuka yang sepi mendadak ramai. Bahkan hotel-hotel penuh. Tiket pesawat, rental mobil, dan feri pun penuh. Ibarat semua orang pulang kampung untuk Lebaran. Belum lagi, para peziarah dari seluruh Indonesia maupun mancanegara juga datang untuk mengikuti prosesi Semana Santa.


Para peziarah ini berwisata religi selama sepekan. Salah satu wisatawan tersebut adalah Beni asal Bogor dan Jakarta, namun bekerja di Manggarai, NTT.
"Kami ke sini lewat darat. Semana Santa memang sudah terkenal di kalangan umat Katolik di Indonesia. Kami pikir mumpung sedang di NTT, kami sempatkan ke sini," tutur Beni, Jumat (22/4/2011). Ia datang bersama beberapa teman.
Beberapa bus pariwisata pun tampak di titik-titik penginapan di Larantuka. Pun beberapa wisatawan dari Jawa yang menggunakan seragam, mengikuti semua prosesi Semana Santa. Namun sayang, selepas Semana Santa, Larantuka kembali sepi.

Karena itu, pariwisata di Larantuka hanya hidup selama prosesi Semana Santa saja. Berdasarkan pantauan Kompas.com, Larantuka memiliki banyak situs-situs religius bernapaskan Katolik yang bisa dikembangkan untuk wisata religi. Belum lagi secara pemandangan indah, paduan antara laut dan gunung. Kendala utama untuk pariwisata adalah penginapan yang tidak memadai. Kurangnya penginapan semakin terasa di saat perayaan Semana Santa.
"Katanya kalau mau dapat hotel yang paling bagus, harus booking satu tahun sebelumnya," kata Beni. Presidenti Confreria Renha Rosari Larantuka atau biasa dikenal sebagai Raja Larantuka, Don Andre Martinus DVG, mengatakan setiap tahun pihaknya mengimbau masyarakat untuk menyediakan kamar bagi para peziarah.

"Kurangnya penginapan di Larantuka, karena itu beberapa masyarakat diminta kesediaannya menerima tamu. Ini juga bisa menambah perekonomian mereka," katanya kepada Kompas.com, Sabtu (23/4/2011). Ia mengatakan Semana Santa merupakan salah satu aset budaya Flores Timur dan bisa membantu perekonomian penduduk setempat dengan adanya kedatangan wisatawan saat Semana Santa berlangsung.
"Kami sedang kerja sama dengan pemerintah untuk mengembangkan Semana Santa sebagai pariwisata. Bukan sekadar sebagai ajang bisnis tapi sebagai aset budaya yang khas. Kami malah ingin majukan Larantuka jadi destinasi pariwisata untuk membantu masyarakat kecil. Kita sedang bahas supaya tidak keluar dari tradisi juga," jelasnya.

Sebelumnya, Project Manager Swiss Contact Ruedi Nuetzi mengatakan setiap daerah di Flores memiliki kekhususan sendiri-sendiri dalam hal pariwisata. Swiss Contact merupakan LSM yang ditunjuk Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI di Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata sebagai fasilitator untuk mendukung Destination Management Organization atau tata kelola destinasi pariwisata di Flores, NTT.
"Di Flores budayanya berbeda-beda, potensi wisatanya juga beda. Bisa jadi satu daerah kental dengan aspek petualangan atau alam," katanya kepada Kompas.com. Sedangkan untuk Larantuka, lanjutnya, memiliki potensi wisata dengan kehidupan masyarakat yang agraris dan adatnya yang kental.
"Tapi selama ini daya tarik utama memang baru perayaan Paskah itu. Acara ini tapi sifatnya musiman, hanya ada setahun sekali. Jadi wisatawan yang datang musiman. Karena itu, kami sedang mencari kira-kira apa lagi yang bisa menjadi daya tarik," jelasnya.

 

Potensi Wisata Religi Saat Paskah di Larantuka – Flores



Rangkaian Trihari Suci – yang dimulai pada Hari Jumat Agung hingga Minggu Paskah–dirayakan oleh umat Kristiani di seluruh dunia setiap tahunnya. Pada kesempatan ini, gereja-gereja biasanya menampilkan tablo (drama penyaliban) untuk mengenang kisah sengsara Yesus Kristus (Isa Almasih).

Namun, tidak demikian dengan perayaan di Larantuka, Ibu Kota Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Larantuka punya tradisi turun-temurun peninggalan bangsa Portugis sejak 500 tahun lalu: merayakan prosesi Jumat Agung dengan mengarak patung Yesus melewati laut.
Di Hari Jumat Agung–yang tahun ini jatuh pada tanggal 4 April 2012–ribuan peziarah Katolik dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan dari luar negeri, mengikuti prosesi tersebut. Tak hanya itu, Jumat Agung kali ini dihadiri Duta Besar Portugal untuk Indonesia Manuel Carlos Leitao, juga Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu.
Sebelum memulai prosesi Jumat Agung, ritual keagamaan dilakukan di Hari Kamis Putih, di Kapel (Gereja Kecil) Tuan Ma (Bunda Maria). Saat ritual dilakukan, Larantuka atau populer disebut Reinha Rosari itu bak kota tak berpenghuni. Lalu, keesokan harinya, Jumat, umat akan memadati tempat-tempat sakral yang akan dilewati prosesi Jumat Agung.


Prosesi diawali dengan doa di Kapel Tuan Meninu (Arca Tuhan Yesus). Lalu, patung Yesus diarak melewati laut oleh umat dengan menggunakan perahu, sampan dan kapal-kapal laut.
Seperti diberitakan di media massa, prosesi Tuan Meninu atau yang biasa disebut Laskar Laut itu, akan melawan arus laut yang cukup kencang di Selat Gonzalo antara Pulau Adonara dan ujung timur Pulau Flores, menuju Pante Kuce di depan istana Raja Larantuka. Kemudian ditakhtakan pada armida (pemberhentian) Tuan Meninu di Pohon Sirih.
Selanjutnya, sekitar pukul 15.00 WITA, Arca Tuan Ma (Bunda Maria) mulai diarak menuju Gereja Kathedral Larantuka, sementara patung Tuan Missericordia juga diarak dari kapela Missericordia Pante Besar menuju armidanya di Pohon Sirih.
Setelah umat berdoa di Kathedral Larantuka, Patung Tuan Ma mulai diarak keliling Kota Larantuka dengan menyinggahi delapan buah armida, yakni Armida Missericordia, Armida Tuan Meninu (armada kota), Armida St. Philipus, Armida Tuan Trewa, Armida Pantekebi, Armida St. Antonius, Armida Kuce dan Armida Desa Lohayong.
Urutan armida tersebut menggambarkan seluruh kehidupan Yesus Kristus mulai dari ke-Allah-annya (Missericordia), kehidupan manusia-Nya dari masa bayi (Tuan Meninu), masa remaja (St. Philipus) hingga masa penderitaan-Nya sambil menghirup dengan tabah dan sabar seluruh isi piala penderitaan sekaligus piala keselamatan umat manusia.


Prosesi Jumat Agung adalah sebuah perarakan yang begitu semarak dan sakral. Sejak perarakan keluar dari gereja, para ‘ana muji’ melagukan ‘popule meus’, lagu tentang keluhan Allah akan rahmat dan kebaikan-Nya yang disia-siakan oleh umat-Nya.
Di setiap armida, dalam keheningan nan bening, ketika semua doa dan lagu dihentikan berkumandanglah ratapan Kristus yang memilukan: Ovos omnes est dolor sicut dolor meus (Wahai kalian yang melintas dijalan ini adakah deritamu sehebat deritaku).
Lagu pilu ini dinyanyikan oleh seorang perempuan berkerudung biru, sembari secara perlahan-lahan membuka gulungan berlukiskan ecce homo atau wajah Yesus bermahkota duri yang berlumuran darah.
Momentum ini kembali mengingatkan peristiwa Veronika menyeka wajah Yesus berlumuran darah, ketika dalam perjalanan menuju bukit tengkorak atau yang disebut Golgota. Lalu menyusul lagu sinyor deo missericordia yang begitu agung oleh barisan Confreria.
Kini, Prosesi Jumat Agung ini telah menjadi tradisi Katolik di seantero Keusukupan Agung Larantuka dan menjadi wisata rohani yang menarik bagi umat Katolik maupun peziarah lainnya. Jika Anda berminat, datang saja ke Larantuka, setiap tahun, perayaan semacam ini akan terus diadakan.
(http://www.ultimoparadiso.com/potensi-wisata-religi-saat-paskah-di-larantuka-flores.html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar