Kamis, 27 Maret 2014

Sainstek

Kontroversi Anti-Nikah Gay, Bos Mozilla Akhirnya Lengser


 Kepala Eksekutif Perusahaan (CEO) Mozilla, Brendan Eich
Kepala Eksekutif Perusahaan (CEO) Mozilla, Brendan Eich (Omicrono.com)

 
VIVAnews - Setelah mendapat kecaman dari masyarakat, Kepala Eksekutif Perusahaan (CEO) Mozilla, Brendan Eich akhirnya menyerah. Ia mundur dari kursi eksekutif perusahaan. 

"Mozilla bangga memegang perbedaan standar dan kita tak bisa hidup hanya untuk diri kita sendiri," ujar Mozilla dalam keterangan resmi di blog perusahaan melansir The Verge, Jumat 4 April 2014. 

Praktis, usia Eich sebagai CEO hanyalah dua minggu saja, sejak ia menduduki kursi eksekutif pada 24 Maret lalu. Sejak ia terpilih sebagai CEO, gelombang kecaman muncul terhada Eich. 

Sebabnya, ia diketahui mendukung pelarangan nikah unuk pasangan gay pada 2008 lalu. Saat itu, Eich mendonasikan US$1000 kepada gerakan melawan pendukung nikah sesama jenis itu. 
 
"Kami tak bertindak seperti yang Anda harapkan. Kami tak bergerak cepat untuk terlibat begitu kontroversi mulai mencuat. Kami menyampaikan maaf. Kita harus lebih baik," ujar Mozilla meminta maaf. 

Dilaporkan Eich mengajukan pengunduran diri ke dewan Mozilla Foundation. Keputusan mundur itu berbeda dengan keteguhan Eich beberapa hari sebelumnya. Meski ramai kecaman, Eich yakin ia merupakan orang yang tepat sebagai CEO Mozilla. 

Namun tekanan massif itu akhirnya membuat pencipta bahasa pemrograman JavaScript itu tak kuat. Kecaman muncul dari karyawan Mozilla, pengembang sampai anggota masyarakat. 

Melihat situasi tak kondusif itu, perusahaan memutuskan ikut suara masyarakat. Merestui pengunduran diri Eich. 

"Sudah jelas bahwa Eich tak bisa memimpin Mozilla dalam situasi seperti ini," ujar Mitchel Baker, Ketua Eksekutif Mozilla. 

Menurut Baker, seorang CEO dituntut mutlak mempunyai peran memimpin perusahaan dan kondisi Eich saat ini tidak mendukung untuk hal itu. 

Sejauh ini Mozilla belum memutuskan siapa pengganti Eich. Dilaporkan sebelum memilih Eich pada akhir bulan lalu. perusahaan telah mewawancarai 25 kandidat untuk menduduki kursi CEO. (adi)



© VIVA.co.id

 

Bill Clinton Percaya Suatu Saat Alien Akan Datang ke Bumi


Mantan Presiden AS Bill Clinton

VIVAnews - Mantan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton ternyata percaya adanya alien atau makhluk asing di luar planet Bumi. Dia mengaku tidak kaget jika suatu saat nanti alien akan datang ke bumi.

Namun dia berharap, jika alien datang ke Bumi ceritanya tidak akan seperti film Independence Day. Dalam film tersebut, alien menurunkan pesawat luar angkasanya dan membuat kerusakan, termasuk meledakkan Gedung Putih.

"Kita tahu kita hidup di semesta yang luas. Kita tahu ada miliaran bintang dan planet di luar sana," kata Clinton di acara Jimmy Kimmel Live, dikutip dari News.com.au, Rabu, 3 April 2014.
"Kita tahu dari teleskop mahal yang kita miliki bahwa dalam dua tahun terakhir ada 20 planet yang diidentifikasi di luar sistem tata surya kita. Planet-planet itu cukup jauh dari matahari, dan cukup lembab, bisa menopang kehidupan. Jadi sepertinya kita tidak sendiri," lanjut Clinton.

Clinton mengatakan sesaat setelah dia menjadi Presiden AS tahun 1993, dia memerintahkan pejabatnya untuk memeriksa fasilitas militer di Area 51. Konon, area ini merupakan lokasi rahasia AS untuk berinteraksi dan memeriksa alien.

"Jika kita dikunjungi alien suatu hari nanti, saya tidak akan terkejut. Saya hanya berharap kejadiannya tidak akan seperti Independence Day," ujar Clinton.

Namun ada sisi positifnya, menurut dia, jika alien memang menyerang Bumi. Salah satunya adalah bersatunya umat manusia di Bumi yang selama ini bertikai karena perbedaan.

"Itu mungkin salah satu cara untuk menyatukan dunia kita yang semakin terpecah. Perbedaan antara manusia di Bumi akan sangat kecil jika kita merasa terancam oleh penjajahan alien. Itulah teori Independence Day. Semua orang bersatu dan bahagia," tuturnya. (umi)


© VIVA.co.id

 

Mati Suri, Teknik Baru Penyelamatan Manusia


Bagi pasien kritis akibat luka tusuk atau tembak yang biasanya berakibat fatal

 
Kedengarannya mungkin seperti dalam sebuah adegan di film fiksi, Star Wars. Tapi ini nyata. Dokter di Amerika Serikat tengah mempersiapkan sebuah penyelamatan bagi mereka yang kritis untuk tetap hidup. Caranya;
dengan mati suri.

Ini dilakukan bagi pasien kritis akibat luka tusuk atau tembak yang biasanya berakibat fatal. 

Ahli bedah di Rumah Sakit Presbyterian UPMC, di Pittsburgh, akan mendinginkan pasien sehingga sel-sel darah hanya membutuhkan oksigen lebih sedikit agar tetap hidup. Sementara tubuh dalam keadaan beku, tim dokter akan bekerja memperbaiki bagian yang 'rusak' karena pisau atau peluru. 

Prosedur ini akan mengingatkan Anda dengan yang terjadi pada Hans Solo di film Star Wars. Semuanya hampir sama. Darah pasien diganti dengan larutan garam dingin, yang akan membuat tubuh dengan cepat turun ke suhu 10 celcius dan seluruh aktivitas selular akan berhenti. 

"Kami tidak suka menyebutnya mati suri. Kami lebih suka menyebutnya dengan pelestarian darurat dan resusitasi," ujar Samuel Tisherman, ahli bedah di rumah sakit itu. 

Peter Rhee dari University of Arizona menambahkan, prosedur ini hanya dapat dilakukan pada pasien yang masih memiliki kemungkinan untuk hidup, meski kondisinya kritis. Tapi jika dia dibawa ke rumah sakit dalam keadaan sudah meninggal dunia selama dua jam, maka tidak akan dapat diselamatkan. 

Cara ini dipilih karena saat tubuh berada dalam temperatur normal, sel akan membutuhkan pasokan oksigen yang lebih kuat. Artinya, jika jantung berhenti berdetak maka ia akan meninggal dengan cepat.

Tapi jika suhu tubuhnya berkurang, pasokan oksigen yang dibutuhkan juga lebih sedikit. Dan ini dapat dimanfaatkan oleh para dokter untuk menyelamatkan pasien. 

Sebelumnya, pendingan tubuh memang sudah sering digunakan dalam beberapa operasi, yaitu dengan melibatkan sirkulasi darah melalui sistem pendingin. Tapi, ini bukan pilihan dalam pengobatan darurat karena membutuhkan waktu lama. Karena itu, dokter harus mencari metode pendingin tubuh yang jauh lebih cepat. 

Pada 2002, peneliti di University of Michigan menguji teknik baru pada hewan. Kali ini babi yang dipilih. Mereka dibius lalu kehilangan darah dalam jumlah banyak dan diganti dengan larutan garam dingin.

Setelah babi didinginkan hingga suhu 10 celcius, luka mereka diperbaiki dan mereka dihangatkan kembali. Para peneliti mencatat pada sebagian besar babi yang diselamatkan, hatinya akan berfungsi kembali secara alami dan tidak menderita efek buruk dalam jangka panjang. Larutan garam pun kembali digantikan dengan darah mereka. 

Kini, para petugas medis siap mencoba teknik itu pada manusia. Hanya saja mereka membutuhkan pasien yang tepat. Ia harus seseorang yang fungsi hatinya telah berhenti bekerja karena cedera dan sulit difungsikan lagi dengan teknik tradisional.

Suhu tubuh mereka akan berkurang hanya dalam 15 menit. Selama itu, mereka tidak akan memiliki darah dalam sistem tubuh, tidak bernapas atau memiliki aktivitas otak apapun. Secara teknis bisa dikatakan meninggal dunia. Kemudian, dokter memperbaiki bagian yang rusak dan menghidupkan mereka kembali secara alami.  (eh)

© VIVA.co.id

Menatap Layar Ponsel Terlalu Lama Picu Kebutaan


cahaya biru keunguan dari layar perangkat elektronik memiliki potensi berbahaya
cahaya biru keunguan dari layar perangkat elektronik memiliki potensi berbahaya (iStock)
 
VIVAnews - Terlalu lama terpapar radiasi komputer, telepon genggam, televisi atau tablet dapat menyebabkan kerusakan mata.

Tak cuma sekadar membuat mata menjadi minus dan memaksa Anda menggunakan kacamata atau lensa kontak. Kerusakan yang didapat akibat radiasi tersebut bisa menyebabkan
kebutaan.

Sebuah survei yang dilakukan kepada 2.000 orang menunjukkan, seseorang akan memeriksa ponsel mereka sebanyak 32 kali dalam sehari.

Seorang optician, Andy Hepworth mengatakan, cahaya biru keunguan dari layar komputer atau perangkat elektronik lain memiliki potensi berbahaya dan beracun pada bagian belakang mata.

"Jika dilakukan dalam jangka panjang maka berpotensi merusak mata Anda," ujar Hepworth dilansir BBC, Sabtu 29 Maret 2014.

Andy melanjutkan dalam sebuah tes telah ditemukan, paparan sinar biru keunguan memiliki potensi lebih besar dari degerenasi makula, penyebab utama kebutaan.
Sebenarnya, cahaya biru dibutuhkan untuk membantu mengatur jam biologis seseorang. Tapi jika dilakukan berlebihan, cahaya itu dapat mengganggu pola tidur dan mempengaruhi suasana hati.

"Meskipun belum diketahui hubungan langsung dengan masalah mata. Namun, ada bukti laboratorium yang mengatakan cahaya biru berpotensi kuat merusak mata," ujar Andy.

Tidak hanya itu, survei yang dilakukan oleh Optik independen menemukan rata-rata orang dewasa, menghabiskan hampir tujuh jam sehari menatap layar. Dan hampir setengahnya merasa cemas saat berjauhan dengan telepon genggam mereka.

Data statistik juga menunjukkan 43 persen orang mengalami iritasi atau cemas ketika mereka tidak dapat memeriksa ponsel mereka, ketika menginginkannya. Meski 55 persennya menyadari menatap layar terlalu lama membuat mata mereka menjadi tidak nyaman. (eh)


© VIVA.co.id

 

Diciptakan Alat Pengatur Mimpi Indah


Bunyi-bunyi tertentu bisa mendorong seseorang mendapatkan mimpi yang indah.

Pernah mengalami mimpi buruk atau aneh? Mungkin, bulan purnama tengah bersinar. Ya, meski tidak diketahui hubungannya, sebuah penelitian di Ingris mengungkap bahwa

saat bulan purnama tiba, banyak orang yang akan mengalami mimpi aneh, buruk atau bahkan terlampau indah.Dilansir Daily Mail, pada dasarnya, setiap orang memiliki mimpi yang berbeda setiap musim bahkan setiap malamnya. Tapi dalam satu minggu atau lebih, ketika bulan purnama bersinar, mereka akan mengalami mimpi yang tidak biasa. Penelitian ini dilakukan oleh Psikolog Richard Wiseman yang menganalisis pengalaman 1.000 relawan yang mengeluarkan suara ketika bermimpi.

"Misalnya, seseorang bermimpi bahwa ia terbang menaiki seekor naga, lalu turun dan naga itu pergi. Kemudian menikmati secangkir kopi bersama George Clooney. Atau yang lainnya, bermimpi menjadi superhero," ujarnya.

Bukan hanya mimpi aneh dan menyenangkan, beberapa orang mungkin akan mengalami mimpi yang buruk atau setidaknya menyebalkan. Seperti berada di kantor sepanjang hari dan mengetik. Penelitian yang dilakukan Wiseman ini merupakan lanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh para peneliti asal Swiss tahun lalu. Mereka mengatakan, bahwa seseorang membutuhkan waktu lama untuk tidur nyenyak atau kekrangan waktu tidur sebanyak 20 menit ketika bulan purnama tiba.

Tapi tidak hanya bulan purnama yang mempengaruhi mimpi seseorang. Produksi hormon melatonin yang berubah pun turut mempengaruhi mimpi. Lalu, apa hubungannya bulan purnama dengan mimpi? Sebuah teori pernah mengungkap bahwa ketika bulan purnama tiba, kita akan cenderung lebih peka. Ini karena sejak jaman nenek moyang, kita diminta untuk lebih waspada terhadap predator saat bulan purnama.

Untuk itu, Wiseman menciptakan sebuah alat yang bisa mengatur mimpi seseorang. Alat ini bekerja dengan cara memainkan bunyi suara burung di hutan atau gelombang yang memecah pantai. Ia berasumsi bahwa bunyi-bunyi itu bisa mendorong seseorang mendapatkan mimpi yang indah.

Kicau burung atau gemerisik rumput akan membuat seseorang bermimpi tentang tanaman hijau dan bunga, sedangkan ocehan dari burung-burung camar membuat Anda bermimpi menghabiskan waktu di pantai. Sementara, klakson mobil dan lalu lintas memicu mimpi gelisah. Wiseman yang menggambarkan penemuannya dalam buku Night School ini mengatakan bahwa mimpi yang menyenangkan dapat memberikan hari yang lebih baik saat bangun.

"Kami telah menemukan cara untuk memberikan orang mimpi indah, dan ini juga dapat membentuk dasar untuk jenis terapi baru. Untuk membantu mereka yang menderita masalah psikologis tertentu, seperti depresi," ujarnya.




Petani di China Buat "Transformers" Dari Mobil Bekas


Tiruan robot Transformers buatan petani China.
Belum hilang dari ingatan kisah robot-robot dari luar angkasa, Transformers. Kini sekelompok petani di Cina, menciptakan robot-robot itu dari onderdil mobil bekas. Para petani asal desa Zhangqui, provinsi Shandong China ini sepertinya sangat menggemari film Transformes. Sebab, salah satu
robot buatan mereka bahkan dibuat sama. Berwarna merah dan biru, layaknya Optimus Prime, pemimpin para Autobots.

Ada juga robot yang diberi warna kuning cerah. Mirip karakter Bumblebee, karakter favorit di film itu. Sedang beberapa robot lainnya, hanya diberi warna abu-abu yang menggambarkan tokoh robot jahat, Decepticons.

"Ini hanyalah hobi. Saya menonton filmnya lalu mempelajari modelnya di internet, dan saya kemudian ingin membuatnya. Beberapa dari mereka bahkan bisa menggerakkan kaki," ujar Wang Shizun, salah soerang petani.

Wang dan sekitar 11 orang temannya mengatakan, membuat robot itu mengeluarkan biaya antara US$2 ribu hingga US$20 ribu (setara Rp22juta-Rp220juta) untuk setiap robotnya. Dengan robot tertinggi hasil karya mereka berukuran 12 meter.

Namun, robot-robot itu belum bisa mengubah dirinya menjadi mobil atau pesawat terbang. Sebab, hingga kini para petani masih memikirkan cara untuk bisa membuat robot itu berubah menjadi alat transportasi.

"Kami memikirkan bagaimana cara mereka berubah. Tapi sangat sulit membuat robot yang bisa berubah menjadi mobil di tahap ini," lanjut Wang.

Tak hanya Transformers, para petani ini juga membuat model yang terinspirasi dari berbagai film misalnya Alien, Predator dan robot C-3PO dari film Star Wars. (sj)

Peneliti: Cerita Mickey Mouse Dinilai Buruk Bagi Pendidikan Anak


Mickey Mouse.
Anak mana yang tidak suka serial Mickey Mouse dan Winnie The Pooh. Karakter mereka lucu serta menyenangkan. Orang tua pun, tentu lebih memilih anak-anaknya menyaksikan serial itu dibanding menonton acara televisi yang seringkali tidak jelas dan kurang mendidik. Tapi para psikolog justru mengklaim bahwa Mickey Mouse, Winnie The Pooh atau Rupert Bear justru buruk bagi pendidikan anak. Alasannya, hewan dikartun itu berbicara dan berpakaian layaknya manusia.

Dilansir Daily Mail, Para psikolog menganggap, buku dan karakter dalam dongeng hewan itu sangatlah kontroversial. Sebab, para hewan ini dibuat seolah hidup layaknya manusia, sehingga kurang faktual. Hasilnya, anak-anak tidak mempelajari hewan dengan benar. Terutama anak usia lima tahun ke bawah.

"Membaca buku yang menunjukkan hewan berbicara atau mengenakan pakaian menyebabkan anak-anak berpikir, seperti itulah hewan dalam kehidupan nyata," ujar psikolog Profesor Patricia Ganea.

Ganea melanjutkan, bahwa hal itu dapat mempengaruhi kemampuan seorang anak untuk mempelajari fakta-fakta yang nyata, sekaligus pengetahuan mereka, khususnya hewan dan alam. Karena itu, para peneliti dari Toronto University's Department of Applied Psychology and Human Development mengatakan bahwa anak-anak seharusnya membaca buku-buku yang lebih faktual tentang dunia alam.

Untuk membuktikan klaim ini, para peneliti melakukan tes pada anak-anak berusia antara tiga dan lima tahun dengan membacakan buku hewan yang faktual dari beberapa literatur dan dongeng hewan dengan karakteristik manusia, yang dikenal sebagai antropomorfisme. Mereka lalu diuji pengetahuannya mengenai satwa liar.

Hasilnya, anak yang mendengar dongeng hewan dengan karakter manusia menganggap bahwa hewan di dunia nyata juga bisa bicara dan melakukan hal-hal seperti manusia. Sedangkan anak yang dibacakan buku hewan yang lebih realistis, lebih banyak belajar dan memahami biologis lebih kuat.

"Kami terkejut menemukan bahwa bahkan anak-anak yang lebih tua dalam penelitian kami sangat sensitif terhadap penggambaran antroposentris hewan dalam buku," ujarnya.

Kisah hewan yang bicara banyak ditampilkan dalam dongeng Goldilocks dan Three Bears. Sedangkan Disney, menciptakan hewan dengan karakter manusia. Mulai dari berjalan dengan dua kaki, berbicara, menggunakan pakaian, dan karakter manusia lainnya. Meski begitu, Ganea tidak meminta para orang tua untuk berhenti membacakan dongeng-dongeng itu. Tapi akan lebih baik, jika ditambah dengan interpretasi dari buku yang lebih realistis.

"Karena buku tersebut tidak hanya menghambat pembelajaran faktual secara spesifik, tetapi juga mengganggu pemikiran abstrak anak-anak dan penalaran konseptual tentang binatang," lanjut Ganea yang penelitiannya diterbitkan dalam jurnal Frontiers in Psychology. (sj)


© VIVA.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar